Petikan Nasehat dari Ibnul Qoyyim ~Rahimahullah~
Menyia-nyiakan waktu lebih buruk daripada kematian. Karena menyia-nyiakan waktu berarti telah memutusmu dari Allah dan negeri akhirat. Sementara kematian hanya memutusmu dari dunia dan penduduknya.
Dunia semenjak awal hingga akhirnya tidak sebanding dengan kesedihan yang sesaat. Lalu bagaimana kiranya dengan kesedihan yang kekal selama-lamanya.
Apa saja yang kita cintai dari dunia ini, kelak akan berubah menjadi suatu hal yang kita benci. Dan apa yang kita benci dari dunia ini, kelak akan berubah menjadi suatu hal yang kita cintai.
Sebuah keuntungan terbesar di dunia adalah ketika engkau mampu menyibukkan dirimu dengan hal-hal yang paling bermanfaat untuk jiwamu di hari kemudian.
Bagaimana dikatakan seseorang berakal, sementara ia tukar surga beserta kenikmatan yang ada di dalamnya dengan pelampiasan syahwat sesaat.
Seorang yang arif, ketika ia meninggalkan dunia, ia rasakan dirinya masih saja kurang dalam melakukan dua perkara, menangisi diri sendiri sebab dosa yang dilakukan, dan memuji Allah sebab rahmat-Nya yang begitu luas.
Maka takutlah dari murka-Nya, dan berharaplah terhadap rahmat-Nya. Jika kita takut kepada manusia, kita akan selalu khawatir dan berusaha lari darinya. Akan tetapi, jika kita takut kepada Allah, kita akan merasa tenteram dengan-Nya dan terus berusaha mendekat kepada-Nya. Yaitu, dengan ilmu yang membuahkan keikhlasan dalam beramal shalih dan berbagai ketaatan.
Seandainya ilmu itu dapat bermanfaat dengan tanpa adanya amal, pasti Allah tidak akan mencela Ahlul Kitab yang tidak mengamalkan ilmu mereka. Dan seandainya amal itu bermanfaat dengan tanpa ikhlas, pasti Allah tidak akan mencela kaum munafik yang beramal tanpa keikhlasan.
Bersamaan dengan itu, jauhilah berbagai dosa dan kemaksiatan. Maka lawanlah apa yang terbersit dalam qolbumu; berupa keinginan melakukan perbuatan dosa. Karena kalau tidak, ia akan menjadi syahwat. Lawanlah syahwat tersebut. Karena kalau tidak, ia akan berubah menjadi kebulatan tekad. Lawanlah kebulatan tekad itu, karena kalau tidak, ia akan berubah menjadi tindakan nyata.
[Al-Fawaid hal 33-34, karya Imam Ibnul Qoyyim ~rahimahullah~]
Sumber:
| Majalah Tashfiyah Edisi 23 / 1434H / 2013