Ketahuilah, Saudariku, sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan telah mengenal penciptanya. Inilah yang disebut fitrah dalam firman-Nya,
فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَا
“Fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia di atasnya.” (ar-Rum: 30)
Ibnu Katsir v berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan mengenal-Nya dan menauhidkan-Nya, dan mengetahui bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak selain Dia.” (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim)
Berdasarkan hal ini, banyak ulama mengatakan bahwa ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah perkara alami yang ada dalam diri setiap manusia semenjak dia terlahir di dunia. Hanya saja, karena memiliki sifat sering lalai, manusia perlu sering diingatkan dan disadarkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
سَنُرِيهِمۡ ءَايَٰتِنَا فِي ٱلۡأٓفَاقِ وَفِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَ لَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ ٥٣
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelaslah bagi mereka bahwa (apa yang dikandung) al-Qur’an itu adalah benar. Apakah tidak cukup bagimu bahwasanya Rabbmu menyaksikan segala sesuatu?” (Fushshilat: 53)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَفِي ٱلۡأَرۡضِ ءَايَٰتٞ لِّلۡمُوقِنِينَ ٢٠ وَفِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ ٢١
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, juga pada diri kalian sendiri. Apakah kalian tiada memerhatikan?” (adz-Dzariyat: 20—21)
Dari kedua ayat tersebut bisa kita simpulkan bahwa di antara cara mengenal Allah subhanahu wa ta’ala adalah memerhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang ada di alam semesta dan di dalam diri kita.
Tanda-tanda Kekuasaan Allah di Alam Semesta
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَوَلَمۡ يَنظُرُواْ فِي مَلَكُوتِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَيۡءٖ
“Apakah mereka tidak memerhatikan kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah?” (al-A’raf: 185)
Sesungguhnya tanda kekuasaan Allah di alam semesta ini banyak sekali jumlahnya. Ratusan ayat di dalam al-Qur’an menyebutkan hal ini. Langit dan bumi diciptakan dalam enam masa. Matahari dan bulan terbit dan tenggelam secara teratur, yang dengannya terjadi siang dan malam, serta ditentukan perhitungan hari, pekan, bulan, dan tahun. Peredaran bintang-bintang pada garis orbitnya selalu tetap sehingga dengannya manusia bisa mengetahui arah di tengah gelapnya malam di tengah-tengah lautan. Kapal berlayar di tengah samudra.
Demikian pula perubahan cuaca yang sangat menakjubkan. Awan hitam yang penuh air dalam jumlah yang sangat besar menggumpal di angkasa. Dari gumpalan awan tersebut keluar petir dengan suara mengguntur dengan sifat membakar. Bukankah air bersifat memadamkan api yang bersifat membakar? Namun, mengapa justru keluar darinya petir yang bersifat membakar? Tentu, itu semua menunjukkan adanya Dzat yang mengatur.
Hujan turun dengan sangat mengagumkan, tidak bercampur antara tetes satu dan tetes lainnya, walaupun turun dengan deras, walaupun disertai angin yang begitu kencang. Bagaimana kiranya andai air hujan itu bersatu dan turun tertumpahkan begitu saja dari langit? Niscaya terjadi malapetaka besar bagi umat manusia.
Perhatikanlah bagaimana air hujan tersebut membasahi seluruh permukaan bumi dan menghidupkan kembali tanah yang sebelumnya telah mati. Tumbuh dengannya berbagai tanaman dan pepohonan. Terairi dengannya sawah, ladang, dan perkebunan. Mengalir dengannya mata air, sungai, kolam, waduk, dan sumur. Mustahil ini semua terjadi dengan sendirinya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ١٦٤
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lantas dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya, dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan; dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (al-Baqarah: 164)
Perhatikan dan pikirkanlah, wahai Saudariku fillah, dua makhluk Allah yang sangat besar, yang sama-sama berada di ketinggian. Lihatlah bulan purnama yang cahayanya begitu memesona dan merata di seantero belahan dunia, tetapi terasa dingin dan sejuk di badan kita. Bandingkan dengan matahari yang sinarnya begitu terang dan panas membakar, padahal dia berada di tempat yang lebih tinggi daripada bulan, di tempat yang lebih basah??? dan lebih dingin menurut perhitungan akal manusia. Perhatikanlah panas matahari yang terus-menerus dan tidak pernah padam, siapakah yang menjaganya? Pikirkan juga, mengapa matahari tidak terbakar oleh dirinya sendiri dengan panas tersebut? Mengapa pula dia tidak membakar benda-benda lain di sekitarnya? Siapakah yang mengatur ini semua?
Sungguh, orang yang mau memerhatikan dengan saksama tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta ini, dia akan yakin dengan seyakin-yakinnya tentang keesaan dan kebesaran Allah. Perhatikanlah argumentasi Nabi Ibrahim al-Khalil‘alaihissalam ketika berupaya menunjukkan kesesatan peribadahan kaumnya kepada selain Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ نُرِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ مَلَكُوتَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلِيَكُونَ مِنَ ٱلۡمُوقِنِينَ ٧٥ فَلَمَّا جَنَّ عَلَيۡهِ ٱلَّيۡلُ رَءَا كَوۡكَبٗاۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّيۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَآ أُحِبُّ ٱلۡأٓفِلِينَ ٧٦ فَلَمَّا رَءَا ٱلۡقَمَرَ بَازِغٗا قَالَ هَٰذَا رَبِّيۖ فَلَمَّآ أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمۡ يَهۡدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلضَّآلِّينَ ٧٧ فَلَمَّا رَءَا ٱلشَّمۡسَ بَازِغَةٗ قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَآ أَكۡبَرُۖ فَلَمَّآ أَفَلَتۡ قَالَ يَٰقَوۡمِ إِنِّي بَرِيٓءٞ مِّمَّا تُشۡرِكُونَ ٧٨ إِنِّي وَجَّهۡتُ وَجۡهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ حَنِيفٗاۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٧٩
“Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap dan dia melihat bintang, dia berkata, ‘Inilah Rabbku’; akan tetapi, tatkala bintang itu tenggelam, dia pun berkata, ‘Aku tidak senang dengan sesuatu yang tenggelam.’ Kemudian, tatkala melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah Rabbku.’ Namun, setelah bulan itu terbenam, dia pun berkata, ‘Sesungguhnya, jika Rabbku tidak memberikan petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.’ Kemudian, tatkala melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Rabbku, ini lebih besar’, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dalam keadaan lurus (bertauhid dan meninggalkan syirik, -ed.), dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik’.” (al-An’am: 75—79)
Cermatilah, Saudariku fillah, bagaimana Ibrahim q menjelaskan sisi kesalahan dan kesesatan orang-orang musyrik dalam peribadatan mereka kepada bintang, bulan, dan matahari. Bukankah seluruh makhluk ini selalu timbul tenggelam? Masing-masing terbit dari arah timur dan terbenam di arah barat, selalu berada dalam orbitnya dan tidak pernah menyalahi garis edarnya? Itu semua menunjukkan bahwa benda-benda tersebut diatur, bukan yang mengatur.
Perhatikanlah pula bagaimana seekor burung berargumentasi akan keesaan Allah dan kewajiban beribadah hanya kepada-Nya dengan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
Allah berfirman mengisahkan ucapan burung hudhud tentang kaum Saba’,
وَجَدتُّهَا وَقَوۡمَهَا يَسۡجُدُونَ لِلشَّمۡسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَعۡمَٰلَهُمۡ فَصَدَّهُمۡ عَنِ ٱلسَّبِيلِ فَهُمۡ لَا يَهۡتَدُونَ ٢٤ أَلَّاۤ يَسۡجُدُواْۤ لِلَّهِ ٱلَّذِي يُخۡرِجُ ٱلۡخَبۡءَ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ
“Aku dapati dia (Ratu Saba’) dan kaumnya menyembah matahari, bukan (menyembah) Allah; dan setan menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah) sehingga mereka tidak mendapatkan petunjuk; agar mereka tidak menyembah Allah yang mengeluarkan apa yang tersimpan di langit (yakni menurunkan hujan) dan di bumi (yakni menumbuhkan tanam-tanaman).” (an-Naml: 24—25)
Perhatikanlah bagaimana hudhud berargumentasi dengan dua fenomena alam yang sangat menakjubkan ini—yakni turunnya hujan dan tumbuhnya tanam-tanaman—akan kesesatan kaum Saba’ dalam peribadatan mereka kepada selain Allah.
Sebagai bahan renungan yang lain, perhatikanlah bumi yang kita pijak ini. Sungguh, seluruh manusia, baik mukmin maupun kafir, sepakat bahwa bumi beserta seluruh bagiannya—daratan, lautan, gunung, dan segala sesuatu yang membebaninya—mengambang di udara. Merupakan perkara yang tidak akan diingkari oleh seorang pun yang berakal bahwa sesuatu yang memiliki massa (berat) tidak akan mungkin tertahan di angkasa tanpa ada yang menahannya.
Allah berfirman,
۞إِنَّ ٱللَّهَ يُمۡسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ أَن تَزُولَاۚ وَلَئِن زَالَتَآ إِنۡ أَمۡسَكَهُمَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنۢ بَعۡدِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورٗا ٤١
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi agar tidak tergelincir. Sungguh, seandainya keduanya tergelincir (jatuh), tidak akan ada seorang pun yang sanggup menahan keduanya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Fathir: 41)
Saudariku fillah, tanda-tanda kebesaran Allah inilah yang diisyaratkan oleh para rasul kepada kaum mereka. Hal itu agar mereka beriman kepada Allah dan menauhidkan-Nya dalam ibadah tanpa ada sedikit pun kebimbangan setelah memerhatikan tanda-tanda kebesaran Allah tersebut.
Allah berfirman,
۞قَالَتۡ رُسُلُهُمۡ أَفِي ٱللَّهِ شَكّٞ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ
“Berkatalah rasul-rasul mereka, ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’.” (Ibrahim: 10)
Allah juga berfirman,
قُلِ ٱنظُرُواْ مَاذَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَمَا تُغۡنِي ٱلۡأٓيَٰتُ وَٱلنُّذُرُ عَن قَوۡمٖ لَّا يُؤۡمِنُونَ ١٠١
“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak akan bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah serta keberadaan para pemberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Yunus: 101)
Wallahu a’lam bish shawab.
http://qonitah.com/mengenal-allah/