Konsisten Merujuk Kepada Pemahaman Ulama yang Disepakati Umat Kedudukannya
[ Adalah Kelaziman secara Syar’i dan Akal, Terkhusus pada Permasalahan-permasalahan Kontemporer dan di saat Terjadi Fitnah ]
Ditulis Oleh: Asy-Syaikh Abu 'Ammar 'Abbas Al-Jaunah -hafidzahullah-
✹✹✹
Allah Ta’ala berfirman:
َ ﴿ فَاسْأَلُـــواْ أَهْلَ الذِّكــْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمــُون ﴾
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan ('Ulama), jika kamu tidak mengetahui.” {QS. An-Nahl: 43}
Dan Allah Yang Maha Suci berfirman:
﴿ وَإِذَا جــَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْــنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعــُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّســُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُـونَهُ مِنْهُمْ ﴾
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” {QS. An-Nisaa’: 83}
Al-‘Allaamah As-Sa’di –rahimahullah- berkata tentang tafsir ayat ini:
وفي هــذا دليل لقــاعدة أدبية وهي أنــه إذا حصل بحث في أمر من الأمــور ينبغي أن يولي من هو أهــل لذلك ويجعل إلى أهلــه ولايتقــدم بين أيديهم فإنه أقــرب إلى الصــواب وأخرى إلى السلامــة من الخطــأ
“Dalam hal ini terdapat pendalilan untuk satu kaedah adab yaitu: Apabila terjadi suatu pembahasan dalam suatu permasalahan sepantasnya untuk menyerahkannya kepada orang-orang yang ahli dalam perkara tersebut. Dan tidak ada yang dikedepankan dari mereka ini SEBAB itu paling mendekati kebenaran dan paling berhati-hati untuk selamat dari kekeliruan (dalam memutuskan).” Selesai penukilan.
Bersikap zuhud (meninggalkan) terhadap ulama dengan tidak berpegang kepada pemahaman mereka dan melepaskan diri dengan mengambil pemahaman orang yang di bawah kedudukan mereka, hal ini adalah ASAL-MUASAL SETIAP FITNAH. Apabila kamu melihat kepada sumber permasalahan dalam gerakan-gerakan pemberontakan dan menentang penguasa yang dimulai oleh:
• Para pemberontak terhadap Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu,
• Kemudian khowarij di zaman Ali ketika Ibnu Abbas mendebat mereka,
• Demikian pula peristiwa hurroh (penyerangan terhadap penduduk Madinah di zaman Yazid bin Mu’awiyah),
• Peristiwa di zaman ibnul Asy’ats dan ibnul malhab,
• Fitnah perang saudara di Suriah dan Juhaiman,
• (Fitnah) di Aljazair,
• Al-Qaeda.
Kamu akan mendapati bahwa mereka semua sama dalam:
1- Zuhud (meninggalkan) dari perkataan bimbingan ulama.
2- Tidak bersandar dengan pemahaman para ulama.
Seandainya orang-orang mematuhi bimbingan ulama mereka dan tidak mengambil pendapat mereka sendiri yang jelek maka tidak akan terjadi fitnah (bencana) dan kerusakan. Nabi ﷺ ketika menyebutkan tentang perkara-perkara yang membinasakan diantaranya, “SESEORANG TERKAGUM-KAGUM KEPADA DIRINYA SENDIRI.
______________________
Dan lenyapnya landasan ini yaitu “Bersama Pemahaman Ulama” muncul karena beberapa sebab, di antaranya:
Tidak mengetahui siapa ulama sejati.
Dan kejahilan tentang ulama ini dikarenakan informasi gencar dari ahlul bid’ah yang menggambarkan seorang da’i sebagai “Allaamah (ulama besar)” dan “Imam”.
Mereka tuang kepadanya berbagai gelar hebat dan agung pada sisi yang terlihat dari banyaknya orang yang hadir (di majelisnya). Dan mereka mengambil kesempatan di saat pemberontakan, mereka memberontak dan membakar para pemuda dan orang awam untuk memberontak.
Dan dengan lisan hal dan ucapan, mereka ini ingin berkata (meremehkan):
▪ (Lihat) Di mana para ulama itu?!
▪ Siapa mereka (yang benar-benar ulama)?!
▪ BAHKAN mereka (para da’i sesat) ini komandan umat!
Sehingga menjadikan orang-orang yang sok berilmu dan bukan ahli sebagai seorang syaikh, mengangkat mereka di barisan ulama, dan menjadikan mereka sebagai komandan dan pemimpin serta pemberian gelar-gelar besar atas mereka, INILAH termasuk sebab terbesar (terjadinya fitnah dan meninggalkan ulama sejati) dan larisnya pemikiran dan fatwa-fatwa mereka.
Dan termasuk sebab hilangnya landasan ini yaitu “bersama Pemahaman Ulama” :
CELAAN bertubi-tubi terhadap mereka (ulama) dengan
“Tidak paham kondisi terkini” atau
“di bawah tekanan penguasa” atau bahwa mereka..
“tidak memiliki keahlian dalam berperang atau politik”
dan semisalnya dari muslihat yang ditujukan kepada mereka di setiap waktu dan tempat.
Al-‘Allaamah Al-Albani rahimahullah berkata:
“Ketika disebutkan kejelekan yang timbul dari memberontak terhadap penguasa, beliau berkata: “Lebih jelek dari itu adalah memberontak kepada ulama dengan:
■ 1- Mengabaikan hak-hak mereka.
■ 2- Tidak bersandar kepada fatwa-fatwa mereka kecuali yang seseuaki dengan hawa nafsu para harokiyyin(aktivis).
■ 3- Meremehkan kedudukan mereka dalam politik.
■ 4- Menyifati mereka dengan ulama “tempat wudhu”.
Dan yang semisalnya dari julukan-julukan yang ahlul bid’ah menyematkan gelar jelek yang dihinakan kepada ulama salafi secara turun-temurun.
Dalam hal ini terkandung perlakuan sewenang-wenang terhadap syariat dengan menjatuhkan pengusung dan pemberi keterangannya(yaitu ulama). Dan Allah-lah pemenuh janji.” Selesai perkataan beliau.
Tudingan terhadap ulama dengan julukan-julukan ini bukan terlahir di hari-hari ini saja bahkan sudah perkara yang lama yang ahlul bid’ah dan orang-orang yang menyimpang telah terbiasa dengannya.
Al-Imam Asy-Syathibi –semoga Allah merahmatinya- berkata:
“Diriwayatkan dari Isma’il bin’Ulayyah, dia berkata: bercerita kepadaku al-Yusa’, dia berkata:
“Washil bin Atho’ tokoh mu’tazilah berbicara, maka ‘Amru bin ‘Ubaid menimpali: “Tidakkah kalian mendengarnya?
ما كــلام الحسن وابن سيرين عندمـــا تسمعـــون إلا خِرقــة حيض مُلقــاه
“Tidaklah ucapan al-Hasan (al-Bashri) dan Ibnu Sirin ketika kalian dengar kecuali hanya tentang PEMBALUT DARAH HAIDH yang dicampakkan!”
Dan diriwayatkan bahwa salah seorang tokoh ahlul bid’ah ingin mengunggulkan ilmu kalam dari ilmu fikih, ia pun berkata:
( إنّ علم الشــافعي وأبي حنيفــة جملته لايخـــرج عن سراويل امـــرأة )
“Sesungguhnya ilmu asy-Syafi’i dan Abu Hanifah seluruhnya tidak lepas dari celana dalam wanita.”
Dan MEMAHAMI TEMPAT RUJUKAN ketika terjadi fitnah adalah urusan yang SANGAT PENTING, yang apabila tidak mengetahuinya akan menghasilkan KERUSAKAN YANG LUAS dengan munculnya:
مَن ليســوا أهــلاً للفتوى ومن ليسوا على منهج السلــف في إلاعتقــاد والعمــل
● Orang-orang yang bukan ahli dalam berfatwa,
● Dan orang-orang yang tidak di atas manhaj dalam akidah dan amalan.
SEHINGGA hukum-hukum syari'at akan menjadi berubah (tidak sesuai), agama akan dirobohkan, dan hilang maslahat serta akan banyak terjadi fitnah/ bencana.
Dan ini selaras dengan apa yang dikabarkan Nabi ﷺ :
(إن الله لا يقبض العلمـــاء حتى إذا لم يبق عــالم إتخذ النـــاس رؤوسا جهـــالا فسئلوا فأفــتوا بغير علم فضلوا وأضلوا..)
"Sungguh Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali cabut dari dada-dada manusia akan tetapi dicabut ilmu tersebut dengan diwafatkannya para ulama. Sampai ketika tidak tersisa seorang ulama, maka orang-orang mengambil pemimpin dari orang-orang yang bodoh, lalu ditanya (tentang suatu hal) maka mereka pun memberi fatwa tanpa dasar ilmu SEHINGGA mereka SESAT lagi MENYESATKAN".
________________
Dan termasuk tanda-tanda terbesar dan paling nyata yang dikenali orang yang kuat ilmunya dari yang SOK BERILMU, terkhusus di zaman fitnah:
Orang yang JAHIL menonjolkan diri dan memposisikan dirinya untuk berfatwa tanpa musyawarah dengan ulama. Ini adalah sikap “berani” terhadap agama Allah Yang Maha Agung.
Sedangkan Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi menyifati ulama yang kokoh ilmunya dengan sifat “khosyah” (rasa takut yang berdasar ilmu), “khouf” (rasa takut dari bahaya), dan waro’(berhati-hati).
BERFATWA terhadap suatu bencana, seseorang yang memiliki rasa takut terhadap agamanya akan menolak (untuk berfatwa tentang)nya, dalam perkara-perkara kontemporer akan lebih besar (penolakannya untuk berfatwa).
Salafush shalih dari kalangan Shahabat dan yang selain mereka dahulu saling menyerahkan tanggung jawab berfatwa kepada orang lain.
Dan termasuk tanda-tanda mereka (yang mengaku-aku berilmu): MENYELISIHI ULAMA sewaktu terjadi fitnah dan permasalahan-permasalahan terkini yang terkadang ia mendebat, berbuat bodoh, menghina, dan membantah.
Juga termasuk ciri-ciri mereka: BANYAK BERBICARA tentang permasalahan terkini dan sering berdebat. Sedangkan hal ini adalah ciri-ciri ahlul bid’ah dan pengikut hawa nafsu.
Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata:
وقد فتن كثيــر من المتأخــرين بهذا أي كثرة كــلام الواحد منهم في المســائل والخصــام في مســائل الدين فهو والنقــاش
“Dan telah tertimpa musibah mayoritas dari orang-orang sekarang dengan perkara ini yaitu banyaknya ucapan salah seorang mereka tentang berbagai permasalahan dan berbantah-bantahan serta berdebat di dalamnya.”
وظنوا أن من كثر كلامــه وجدالــه وخصــامه في مســـائل الدين فهو أعلــم ممن ليس كذلك...
Mereka berprasangka bahwa “seseorang yang banyak berbicara, berdebat, dan berbantah-bantahan dalam urusan diin maka dia lah yang PALING BERILMU daripada yang tidak bersikap seperti itu”.
INI KEBODOHAN SEMATA..
Lihatlah kepada pembesar-pembesar dan para ulama dari kalangan Shahabat semisal Abu Bakr,’Umar, ‘Ali, ‘Utsman, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, bagaimana mereka dahulu? Ucapan mereka LEBIH SEDIKIT dari perkataan Ibnu Abbas namun mereka lebih berilmu darinya.
Demikian pula perkataan para Tabi’in lebih banyak daripada ucapan para Shahabat sedangkan para Shahabat lebih berilmu dari mereka.
فليس العلــم بكثرة الروايــة أو كثرة المقـــال ولكنه نور يقذفــه في القلب يفهم به العبد الحق ويميز به بينه وبين الباطـــل ويعبر عن ذلك بعبــارات وجيزة محصلة للمقصـــود
“BUKANLAH ILMU DENGAN BANYAKNYA PERIWAYATAN ATAU UCAPAN namun ia adalah ilmu yang Dia Allah lemparkan di dalam hati yang dengannya seorang hamba bisa memahami Al-Haq dan membedakan antara kebenaran dengan kebatilan dan mengungkapkan hal itu dengan ibarat-ibarat yang ringkas dan tercapai maksud.”
[Selesai perkataan beliau dari risalah “Bayaanu fadhli ‘ilmis Salaf ‘ala ilmil kholaf.]
Dan termasuk tanda-tanda mereka: TERBURU-BURU BERBICARA tentang suatu peristiwa sebelum jelas perkaranya dan belum diketahui hakikat serta isinya. Betapa sesuai tanda ini dengan firman Allah Ta’ala:
﴿ وَإِذَا جَــاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْــنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّســُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَـــهُ مِنْهُمْ ﴾
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)" {QS. An-Nisaa’: 83}
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsir ayat ini : “Terkandung padanya ;
LARANGAN dari sikap tergesa-gesa dan terburu-buru untuk menyebar suatu perkara sejak ia mendengarnya,
Dan PERINTAH untuk mengamati sebelum berbicara. Juga untuk ia melihat apakah ada maslahat di dalamnya sehingga ia sampaikan kepada orang-orang atau tidak, sehingga ia menahan diri darinya?
Dan termasuk dari ciri-ciri mereka: Ridha dengan gelar-gelar besar seperti:
■ “Alim(ulama)”
■ “Al-‘Allaamah”
■ “Al-Muhaddits”
■ “Al-Imam”
Adapun yang masyhur dari orang yang ahli dalam kebaikan dan ilmu bahwa mereka memandang kecil diri mereka dan tidak melihat bahwa mereka telah sampai ke derajat yang mereka berhal untuk diberi gelar-gelar yang besar.
فــأوصي نفسي وإخـــواني بلـــزوم منهج العلمـــــاء المتخصصين فيما يحصل من الفتن والنــوازل فإنه من أعظم أسبـــاب النجــــاة من الفتن…
Maka aku nasehatkan diriku dan saudara-saudaraku untuk senantiasa bersama manhaj para ulama yang spesialis dalam menghadapi apa yang terjadi dari berbagai fitnah dan permasalahan kontemporer KARENA itu diantara sebab terbesar untuk selamat dari fitnah..
Sungguh kami telah sering melakukannya dan tidak ada yang kami lihat lebih baik dari metode ini.
Dan akhir seruan kami “Segala pujian yang sempurna milik Allah Rabb alam semesta”.
Malam Ahad, 24 Jumadil Ulaa 1436 H
✲✹✲
Sumber: Majmu'ah Manhajul Anbiya.
Alih Bahasa: Al Ustadz Abu Yahya (Solo) Al Maidaniy حفظــه الـله - [FBF 5]
__________________
مجموعــــــة توزيع الفــــــوائد
❂ WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www.alfawaaid.net