.

Yang Terbaru

MENGENAL KELOMPOK dan TOKOH SESAT ( 4 )


“Aku mengenali kejelekan, bukan untuk berbuat jelek. Tapi agar aku bisa terhindar darinya.”
JAMA’AH TABLIGH
Adalah sekelompok orang yang mengikuti Muhammad Ilyas al-Kandahlawi, sang pendiri kelompok ini.
Dia adalah Muhammad Ilyas, kelahiran tahun 1302 H. Dia telah menghafal al-Qur`an, membaca 6 kitab induk hadits dengan BERDASARKAN MANHAJ AD-DIYOBANDI. Bermadzhab Hanafi, BERAQIDAH ASY’ARIYYAH MATURIDIYYAH, dan menempuh shufiyyah dalam hal tarekat.
Tarekat-tarekat yang diakui oleh kelompok ini,
1. Tarekat Nasqsyabandiyyah,
2. Tarekat Sahwardiyyah,
3. Tarekat Qadiriyyah,
4. Tarekat Jisytiyyah
Pendiri kelompok ini, yaitu Muhammad Ilyas tadi, mengambil bai’at Shufiyyah di hadapan Syaikh Rasyid al-Kankawahi. Kemudian dia memperbarui lagi bai’atnya setelah itu kepada Syaikh Rasyid as-Saharanfuri di hadapan asy-Syaikh Ahmad as-Saharan-ghuri, yang telah memberikannya ijazah untuk berbai’at di atas manhaj shufi.
Adalah Muhammad Ilyas duduk dalam kesendirian di sisi kuburan as-Syaikh Nur Muhammad al-Badayuni (muraqibah jisytiyyah, dia dulu keluar dari sisi kuburan ‘Abdul Quddus al-Kankawahi), seorang yang menanamkan padanya paham WIHDATUL WUJUD.
Dia (Muhammad Ilyas, pen) tinggal dan mengajar di Delhi, dan wafat di sana pada tahun 1363 H.
Asy-Syaikh Abul Hasan an-Nadwi melihat, bahwa Syaikh Muhammad Ilyas mengambil cara ini dalam berdakwah ketika dia tidak berdaya menghadapi berbagai cara taqlid dalam membenahi penduduk di daerahnya.
Asy-Syaikh Miyan Muhammad Aslam dari ucapan-ucapan Muhammad Ilyas, bahwa dia telah diberi Kasyaf untuk memilih thariqah ini, yaitu disusupkan ke relung hatinya dalam mimpi tafsir baru terhadap firman Allah Ta’ala :
(artinya) : “Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk umat manusia, kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110)
Ayat ini berarti bahwa keluar untuk berdakwah ke jalan Allah tidak akan terwujud dengan tinggal di satu tempat saja. Dengan dalil firman Allah Ta’ala (“dikeluarkan“)! Dan bahwa iman itu akan bertambah dengan keluar berdakwah, dengan dalil firman-Nya (“dan kalian beriman kepada Allah“) setelah Firman-Nya : (“dikeluarkan untuk umat manusia“)
CATATAN KRITIS untuk kisah di atas adalah :
1. al-Qur`an tidak boleh ditafsirkan dengan kasyaf dan mimpi-mimpi ala tharekat shufiyyah, yang itu mayoritasnya – bahkan seluruhnya – adalah berasal dari wahyu syaithan.
2. Tampak dari kisah tersebut, bahwa pendiri kelompok JT ini benar-benar tenggelam dalam paham shufiyyah – dari ujung kaki hingga kepala – bahkan dia telah berbai’at dua kali padanya, terfitnah denga para thaghut shufiyyah. menghabiskan waktunya untuk duduk di sisi kuburan.
3. Pendiri kelompok JT ini ternyata seorang qubury ahli khurafat. Hal ini tampak dari ucapannya, ” duduk dalam kesendirian di sisi kuburan as-Syaikh Nur …dst” dia juga mengatakan tentang orang satunya, ” seorang yang menanamkan padanya paham WIHDATUL WUJUD.” Perbuatan dia beri’tikaf di kuburan orang yang menanamkan padanya paham tersebut merupakan BUKTI YANG SANGAT JELAS bahwa dia juga berpendapat dengan paham tersebut.
4. Para penganut WIHDATUL WUJUD berkeyakinan bahwa Allah menampakkan wujudnya pada wanita yang cantik – wal’iyyadzu billah – . sungguh ini adalah ucapan yang sangat keji!! Semoga Allah berikan kepadanya suatu yang layak baginya, berupa laknat-laknat dan kemurkaan.
MANHAJ DAKWAH JAMA’AH TABLIGH
Tersimpulkan pada 6 perkara, atau 6 prinsip, atau 6 sifat.
1. Merealisasikan Kalimat Thayyibah “Laa ilaah illallah, Muhammad Rasulullah”
2. Shalat yang khusyu’ dan tunduk.
3. Ilmu terhadap fadha’il (keutamaan-keutamaan) amal – bukan masa’il (ilmu tentang aqidah dan hukum) – disertai dengan dzikir.
4. Memuliakan sesama muslim.
5. Membenarkan niat.
6. Dakwah ke jalan Allah dan khuruj fi sabilillah – berdasarkan manhaj jama’ah Tabligh.
Untuk masing-masing dari 6 prinsip – atau sifat – ini memiliki “maksud” dan “keutamaan mencapainya”.
Misalnya, “Lailaaha illallah” maksudnya adalah : Mengeluarkan keyakinan yang rusak dari dalam hati, dan memasukkan keyakinan yang benar terhadap dzat Allah. Mereka maksudkan dengan itu adalah WIHDATUL WUJUD.
KRITIK- KRITIK TERHADAP JAMA’AH TABLIGH
1. Pendiri kelompok ini tumbuh dalam pendidikan shufiyyah. Bahkan sudah melakukan bai’at dua kali.
2. Pendiri kelompok ini biasa melakukan ribath (berjaga) di kuburan demi mencari kasyaf atau wangsit.
3. Pendiri kelompok ini juga menanti-nanti dalam “al-Muraqah al-Jisytiyyah” di sisi kuburan ‘Abdul Quddus al-Kankawahi, yang orang ini beriman pada aqidah Wihdatul Wujud.
4. “al-Muraqah al-Jisytiyyah” adalah : acara duduk di sisi kuburan selama setengah jam setiap pekan. Dengan menutup kepala dan mengucapkan dzikir, “Allahu Hadhiri, Allahu Nazhiri”!!
Ucapan tersebut – atau amalan tersebut – apabila dilakukan/dipersembahkan untuk Allah, maka itu adalah BID’AH. Namun apabila ketundukan/kekusyu’an itu dilakukan/dipersembahkan untuk sang penghuni kubur, maka itu KESYIRIKAN terhadap Allah. Kemungkinan kedua inilah yang tampak terlihat.
5. Masjid mereka – yang di masjid itulah bertolak dakwah mereka (Jama’ah Tabligh) – padanya ada empat kuburan pembesar mereka.
6. Pendiri kelompok ini meyakini adanya Kasyaf.
7. Pendiri kelompok ini adalah quburi (pemuja kuburan) dan ahli Khurafat.
8. Orang-orang Jama’ah Tabligh ini beribadah dengan menggunakan dzikir-dzikir bid’ah berdasarkan tarekat sufiyyah, yaitu memisah/memutus-mutus kalimat Tauhid “Lailaaha illallah”.
9. Barangsiapa yang memutus kalimat penafian dari itsbat (penetapan) dalam kalimat Tauhid secara sengaja, yaitu dia sengaja mengatakan (laa Ilaaha) saja (diputus dari kalimat “ilallah”) maka berarti dia kafir. (dan Jama’ah Tabligh terjatuh dalam kesalahan fatal ini, pen). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh asy-Syaikh Hamud at-Tuwaijiri dengan menukilkan dari para ‘ulama.
10. Mereka (Jama’ah Tabligh) membolehkan membawa jimat-jimat yang padanya ada rajah-rajah dan nama-nama yang tidak diketahui, yang mungkin saja itu adalah nama-nama Syaithan. Ini adalah perbuatan yang tidak boleh.
[ dari kitab : al-Fatawa al-Jaliyyah ‘an as-ilah al-Manahij ad-Da’wiyyah; pertanyaan no. 51, hal. 54-56)
WhatsApp Manhajul Anbiya