.

Yang Terbaru

Untaian Nasihat Tentang Malu

Oleh: Al-Ustadz Abdul Halim

malu-iman

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kata al-haya’ (rasa malu) berasal dari kata al-hayah(kehidupan) dan al-ghaits (hujan). Disebut pula dengan hayyan (yang hidup) dengan bacaan yang pendek (tidak ada alif setelah huruf ya, –pent.) Hujan dinamakan hayyan(kehidupan) karena dengan (perantara) hujan, menjadi hiduplah bumi, tetumbuhan, dan hewan. Demikian pula halnya al-haya’ (rasa malu), dengannya kehidupan dunia dan akhirat itu ada. Barang siapa tidak memiliki rasa malu, niscaya dia menjadi mati (kalbunya) di dunia dan celaka di akhirat.” (ad-Da’u wad Dawa’ hlm. 170)
Disebutkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Sesungguhnya rasa malu dan keimanan itu bergandengan. Apabila hilang salah satu dari keduanya, hilang pula yang lainnya.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad lil Imam al-Bukhari hlm. 499 cet. Dar ash-Shidqi)
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Ada lima hal yang termasuk kecelakaan: kerasnya kalbu, keringnya mata (dari menangis karena takut kepada Allah, -pent.), sedikitnya rasa malu, cinta terhadap dunia, dan panjangnya angan-angan.” (Dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Madarijus Salikin “Fashlun Wal haya’u minal hayah wa minhu al-haya’u”)
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang sedikit rasa malunya, niscaya sedikit sifat wara’-nya. Barang siapa yang sedikit sifat wara’-nya, niscaya akan mati kalbunya.” (Ibnu Abi ad-Dunya dalam Makarimul Akhlaqhlm. 20)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa tidak memiliki rasa malu kepada sesama manusia, niscaya dia tidak memiliki rasa malu kepada Allah.” (Masa’il al-Imam Ahmad riwayat al-Baghawi hlm. 76)

Sumber : Majalah Qonitah