.

Yang Terbaru

Wanita, Antara Era Jahiliah dan Islam


alam-wanita-7Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Sungguh, Islam telah datang ke tengah-tengah umat manusia dalam rangka memperbaiki jiwa, menenteramkan hati, dan memperindah akhlak. Langkah pertama upaya perbaikan tersebut adalah menanamkan tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah, tiada sekutu bagi-Nya, disertai dengan mutaba’ah (mengikuti) Rasul Muhammad.
Islam juga melakukan perbaikan lain di tengah-tengah manusia, di antaranya terkait dengan kaum wanita. Islam meluruskan cara pandang manusia terhadap kaum wanita, menjelaskan kedudukan kaum wanita, dan menjadikan kaum wanita memiliki kesamaan dengan kaum pria dalam segenap urusan hidupnya, kecuali dalam hal yang dikhususkan oleh Allah bagi kaum pria saja atau bagi kaum wanita saja.
Islam membebaskan kaum wanita dari belenggu jahiliah, mengangkat derajatnya, dan memuliakannya dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Bahkan, tidak sedikit ayat al-Qur’an yang menyebutkan kisah tentang wanita yang patut dijadikan sebagai teladan.
Pada era jahiliah, wanita dianggap sebagai perhiasan yang tiada harganya. ‘Umar bin al-Khaththab mengemukakan, “Demi Allah, dahulu kami di masa jahiliah tidak menganggap wanita sebagai sosok manusia, sampai Allah menurunkan firman-Nya tentang mereka dan memberikan kepada mereka apa yang menjadi hak mereka.”
Pada masa jahiliah, wanita tidak mendapat hak waris sama sekali. Orang-orang jahiliah mengatakan, “Tidak ada yang mewarisi harta kami selain orang yang memanggul senjata dan menjaga perbatasan!” Maksudnya, kaum pria.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas , beliau mengatakan “Dahulu, orang-orang jahiliah memaksa para wanita mereka untuk berzina, kemudian mereka ambil upahnya. Sementara itu, di dalam al-Qur’an, Allah telah menyebutkan perbuatan mereka, yaitu ketika salah seorang dari mereka dikabari tentang lahirnya anak perempuan di tengah-tengah keluarganya. Allah berfirman,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلۡأُنثَىٰ ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٞ ٥٨ يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓۚ أَيُمۡسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمۡ يَدُسُّهُۥ فِي ٱلتُّرَابِۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ٥٩
“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak disebabkan kabar buruk yang disampaikannya kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.”(an-Nahl: 58—59)
Sebagian kaum jahiliah menetapkan tidak ada hukum qishash bagi pria yang membunuh wanita. Bahkan, diyat (tebusan) pun tidak ada. Sebagian mereka juga memaksa anak wanitanya untuk menikah dengan pria yang tidak disukainya.
Pada masa jahiliah, wanita dimiliki dan tidak memiliki. Bahkan, suami memiliki hak penuh untuk menggunakan harta yang jelas-jelas milik istrinya tanpa harus ada izin dari istri. Inilah sebagian gambaran perilaku kaum jahiliah terhadap wanita. (al-Mar’ah baina Haqiqatil Jahiliyyah wal Islam)

Islam Memuliakan Wanita
Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan wanita muslimah, menganugerahinya kenikmatan iman dan Islam, serta menjaganya dengan hijab, kesucian, dan sifat malu. Di antara buktinya adalah sebagai berikut.
  1. Islam mengembalikan wanita ke sisi kemanusiaannya
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
“Wahai manusia, sungguh, Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” (al-Hujurat: 13)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa kaum wanita berserikat dengan kaum pria di awal penciptaannya sebagai manusia.
Di ayat yang lain, Allah menyebutkan bahwa mereka juga berserikat dalam hal pahala dan hukuman atas amal perbuatan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
لِّيُعَذِّبَ ٱللَّهُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ وَٱلۡمُشۡرِكَٰتِ وَيَتُوبَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمَۢا ٧٣
“…sehingga Allah akan mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, serta orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan; dan Allah akan menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzab: 73)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Sesungguhnya kaum wanita adalah saudara kandung (menyamai) kaum pria.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah)
Al-Imam al-Khaththabi berkata, “(Maksudnya) sama dalam hal penciptaan dan watak, sehingga mereka (para wanita) seolah-olah bagian dari kaum pria.” (Ma’alimus- Sunan)
  1. Islam memuliakan wanita sebagai ibu
Bukti akan hal ini adalah riwayat dari Abu Hurairah rahimahullah, beliau berkata, “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan pergaulan baik dariku?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu pun bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasulullah tetap menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu pun masih bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Bapakmu.” (HR. al-Bukhari)
  1. Islam memuliakan wanita sebagai anak perempuan
Diriwayatkan dari Anas bin Malik rahimahullah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ-وَضَمَّ أَصَابِعَهُ- أي: مَعًا
“Siapa saja yang mengurus dua anak perempuan hingga keduanya dewasa, pada hari kiamat aku dan dia akan datang….” Beliau merapatkan jari-jemari beliau—maksudnya bersama-sama. (HR. Muslim)
  1. Islam menetapkan hukuman cambuk sebanyak delapan puluh kali kepada orang yang melemparkan tuduhan dusta kepada wanita
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٤

“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (dengan tuduhan berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kalian terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (an-Nur: 4)
  1. Islam memberikan hak warisan kepada wanita
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِيٓ أَوۡلَٰدِكُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepada kalian tentang (pembagian warisan untuk) anak-anak kalian, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (an-Nisa’: 11)
  1. Islam menjaga wanita dengan ikatan pernikahan yang sah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untuk kalian dari jenis kalian sendiri agar kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sungguh, dalam hal itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
Allah juga berfirman,
وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
“…dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang patut.”(al-Baqarah: 228)
  1. Islam memberikan kebebasan kepada wanita untuk memilih pria yang akan menjadi pasangan hidupnya. Orang tuanya tidak berhak memaksanya hidup bersama pria yang tidak disukainya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ وَلَا الثَّيِّبُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ
“Seorang gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai izin, dan seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pendapat.” (HR. al-Bukhari)
  1. Islam menetapkan bahwa wanita mendapat hak nafkah, pakaian, dan tempat tinggal
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱلۡوَٰلِدَٰتُ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ

“Dan para ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (al-Baqarah: 233)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَسۡكِنُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ سَكَنتُم مِّن وُجۡدِكُمۡ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ عَلَيۡهِنَّۚ
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian, dan janganlah kalianmenyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. “ (ath-Thalaq: 6)
Barangkali, di antara hal terbesar yang menunjukkan tingginya kedudukan wanita dalam Islam adalah wasiat yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada saat Haji Wada’. Beliau bersabda,
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Sampaikanlah wasiat kebaikan untuk para wanita.” (HR. al-Bukhari)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan para wanita muslimah sebagai teladan bagi sesama, dan mudah-mudahan Allah menjaga mereka dari segala kejelekan dan keburukan. Wallahu a’lam.
http://qonitah.com/wanita-antara-era-jahiliah-dan-islam/