Tanya:
Sesungguhnya Allah membolehkan berbuka bagi musafir. Apabila seorang pria pergi bersama keluarganya lalu menggauli istrinya pada siang hari (Ramadhan), apa hukum syar’i terhadapnya? Berilah kami faedah. Jazakumullahu khairan (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan). Kami mengharapkan faedah Anda dan sabar menantinya.
Dijawab oleh asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Apabila dia musafir dengan safar qashar (safar yang di dalamnya seseorang boleh mengqashar shalat) dan bukan safar yang maksiat, boleh baginya berbuka pada siang hari Ramadhan. Hal itu ditunjukkan oleh al-Kitab, as-Sunnah, dan ijma’. Bahkan, menurut sebagian ulama, dia tidak boleh berpuasa walaupun puasa Ramadhan. Nash-nash dari al-Kitab dan as-Sunnah menunjukkan bolehnya berbuka dengan sebab safar. Tidak ada perbedaan dalam hal pembatal yang dia lakukan, apakah makan, minum, atau jima’. Dia boleh melakukan semuanya tanpa ada perbedaan. Dalam kondisi demikian, tidak ada kewajiban apa pun bagi pria yang berjima’ sebagaimana dalam pertanyaan.
Bahkan, ada masalah yang lebih besar. Apabila dia berpuasa dalam safarnya kemudian berjima’, puasanya saja yang batal. Tidak ada kafarat baginya karena jima’ yang dia lakukan. Sebab, dia dihukumi berbuka ketika berniat untuk jima’.Jima’nya tidak dilakukan ketika dia berpuasa karena dia telah dianggap berbuka dengan sebab niatnya untuk melakukan jima’.
(Fatawa al-Mar’ah hlm. 179)
https://qonitah.com/fatwa-wanita-edisi-15/
BELAJAR MANHAJ SALAF (channel telegram & whatsapp)
Situs kami :